Peninjauan Temuan Struktur “Tangga Kuno” di Kelurahan Kuto Batu, Palembang
Oleh:
Budi Wiyana, Aryandini Novita,
Sondang M Siregar, Wahyu R Andhifani, Sigit E Prasetyo
Kegiatan peninjauan ini berawal dari pemberitaan Surat Kabar Berita Pagi Rabu, 12 September 2018, yang menyebutkan bahwa sebuah tim kecil dari Dinas Pariwisata kota Palembang telah menemukan tinggalan arkeologi yang diduga kuat berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam. Dalam pemberitaan tersebut dijelaskan bahwa tangga tersebut berlokasi di tepian Sungai Musi, tepatnya di muara Sungai Jeruju. Diberitakan juga bahwa bentuk dari struktur tersebut mirip bangunan di Situs Cagar Budaya Ki Gede in Suro dan salah satu anggota tim menyatakan bahwa temuan tersebut merupakan pelabuhan (http://beritapagi.co.id/2018/09/12/ditemukan-dermaga-kuno-diduga-kuat-dari-zaman-kesultanan-palembang.html). Berdasarkan hal tersebut Balai Arkeologi Sumatera Selatan melakukan peninjauan ke lokasi untuk melihat kebenaran informasi dan mendata keberadaan temuan “tangga kuno” yang diduga berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam tersebut.
Secara administrasi temuan struktur “tangga kuno” berada di wilayah Lorong Asia, Kelurahan Kuto Batu, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang (Peta 1). Lokasi geografis temuan berada di 2o58’56,35” LS dan 104o46’19,50” BT. Keletakan temuan berada di sisi barat Sungai Jeruju dan menghadap langsung ke Sungai Musi (Peta 2). Lokasi temuan struktur terdapat di sekitar pembangunan jembatan Musi IV yang berjarak kurang lebih 100 meter ke arah utara dari pembangunan jembatan tersebut (Foto 1).
Informasi dari penduduk setempat lokasi ditemukannya struktur “tangga kuno” tersebut merupakan lahan milik Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab, seorang pedagang keturunan Arab yang lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Bapak Hasan Solo (Foto 2). Diungkapkan juga bahwa struktur tersebut merupakan tempat orang untuk naik dan turun dari perahu menuju rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab yang saat ini sudah hancur.
Peta 1. Lokasi Administrasi Temuan Struktur
Peta 2. Lokasi Geografis Temuan Struktur
Foto 1. Jarak Temuan Struktur Dari Lokasi Jembatan Musi IV
Foto 2. Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab
Secara umum kondisi struktur sudah hancur namun masih dapat diindikasikan bentuk utuhnya. Secara umum struktur tangga yang terbuat dari susunan bata berspesi (Foto 3). Bata-bata tersebut disusun dengan perekat campuran pasir, kapur dan tumbukan bata, namun perekat ini sudah banyak yang terkelupas. Struktur ini menghadap ke arah sungai (255°). Anak tangga yang paling bawah berupa beton, kemudian diatasnya baru anak tangga dari bata yang disusun berdiri, berjumlah 30 buah susunan, menghadap Sungai Musi. Anak tangga dari atas ke bawah berjumlah 11 dengan tinggi masing-masing anak tangga 23 cm dengan lebar 25 cm. Bata yang digunakan berukuran 24 x 10 x 5 cm, sedikit lebih besar dari bata sekarang. Penampakan struktur tangga dari atas berbentuk trapesium dengan bagian bawah lebih lebar dan semakin ke atas semakin sempit pada bagian tepian tangga. Bagian bawah struktur panjang maksimal 7,5 meter bagian atas struktur panjang maksimal 3,7 meter, tinggi struktur dari permukaan tanah sekarang 1,15 meter. Panjang anak tangga 1, 85 meter, lebar tepian tangga paling bawah 2,4 meter dan lebar tepian tangga paling bawah 1,2 meter. Di kanan dan kiri struktur terdapat runtuhan bekas bangunan yang kemungkinan besar merupakan satu bangunan dengan struktur tangga. pada bagian atas struktur, terdapat mesin pompa air dengan paralon berukuran 0,5 inci yang digunakan untuk menyedot air dari Sungai Musi dan dialiri ke rumah warga. Pengukuran hanya dilakukan sampai bagian bawah dengan posisi rata dengan permukaan Sungai Musi (Foto 4).
Foto 3. Temuan Struktur “Tangga Kuno”
Pada bagian barat laut dari struktur terdapat tangga naik menuju ke rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab. Kondisi tangga tersebut sudah hancur sehingga tidak diketahui lagi jumlah anak tangganya. Pada sisi kirinya masih ditemukan pipi tangga yang memiliki hiasan kerawangan dengan motif geometris (Foto 5). Rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab, saat ini sudah hancur dan yang tersisa hanya bagian tangganya saja. Berdasarkan foto lama yang dimiliki oleh informan (Bapak Idris dan Bapak Fahri) diketahui bahwa rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab merupakan bangunan kayu bertingkat dua dengan gaya arsitektur Indies dan tangga naik di rumah tersebut berada di sisi barat (Foto 6 dan 7). Salah satu informan juga menyebutkan bahwa terdapat angka tahun yang tertera di bagian depan rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab, yaitu 1922.
Foto 4. Tampak Depan Struktur “Tangga Kuno”
Foto 5. Tangga menuju rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab
Foto 6. Sisa tangga rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab
Foto 7. Bentuk asli rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab
Analisis dan Pembahasan
Secara umum lokasi temuan struktur berada di wilayah Situs Kotabatu atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Kampung Bayas. Situs Kotabatu adalah situs pemukiman kelompok etnis Arab yang telah ada sejak abad ke 18. Situs Kutobatu berupa dataran rendah yang dikelilingi oleh sungai-sungai, yaitu Sungai Musi di bagian selatan, Sungai Jeruju di bagian timur, Sungai Bayas di bagian barat dan Sungai Senggoro di bagian utara. Temuan struktur ini terletak di sisi barat Sungai Jeruju yang juga merupakan batas timur dari Situs Kotabatu (Peta 3).
Peta 3. Keletakan Temuan Struktur di Situs Kutobatu
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan tentang pemukiman kelompok etnis Arab di Kota Palembang pada tahun 2006, diketahui bahwa Situs Kutobatu merupakan salah satu pemukiman kelompok etnis Arab tertua yang terdapat di Kota Palembang. Hal tersebut ditunjang pula oleh Peta Kota Palembang tahun 1821 yang menggambarkan bahwa pada masa itu terdapat pemukiman kelompok etnis Arab yang berada di sisi utara dan selatan Sungai Musi .
Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa Kesultanan Palembang Darussalam kelompok etnis Arab memiliki keistimewaan dengan diperbolehkannya mereka untuk menetap di daratan. Catatan Komisaris Hindia Belanda JL van Sevenhoven, menyatakan bahwa pada tahun 1822 penduduk Kota Palembang selain penduduk asli juga terdapat orang-orang Cina, Arab dan orang asing lainnya. Dikatakan bahwa orang Cina umumnya bertempattinggal di rakit-rakit, sementara orang Arab menetap di daratan dan mempunyai kampung sendiri (Sevenhoven 1971: 33). Diperbolehkannya orang-orang Arab untuk menetap di daratan menurut Mujib (2000) dikarenakan mereka disenangi oleh penguasa Palembang pada masa itu bahkan karena keilmuannya ada yang dijadikan pembimbing keagamaan keluarga Kesultanan. Orang-orang Arab juga berperan sebagai juru tulis kitab-kitab Agama Islam. Dalam Syair Perang Menteng disebutkan bahwa orang-orang Arab juga ikut membantu Sultan Palembang melawan Belanda.
Hingga saat ini komunitas keturunan Arab di Palembang umumnya berprofesi sebagai pedagang dan profesi ini telah dilakukan secara turun-temurun. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, komunitas keturunan Arab menjadi pemeran utama dalam kegiatan tersebut. Meskipun pada masa Kolonial Hindia Belanda peran tersebut tergantikan oleh kelompok etnis Cina, tidak menjadikan komunitas keturunan Arab beralih profesi bahkan sebagian tetap menjadi saudagar dan pengusaha.
Pada dasarnya status sosial ekonomi seseorang berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, pekerjaan, bahkan pendidikan. Status atau kedudukan memiliki dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Aspek struktural bersifat hierarkis yaitu status yang secara relatif mengandung perbandingan tinggi atau rendahnya terhadap status-status lain; sedangkan aspek fungsional atau peranan sosial yang berkaitan dengan status-status yang dimiliki seseorang. Kedudukan atau status memiliki pengertian posisi atau tempat seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Semakin tinggi kedudukan seseorang maka makin mudah pula dalam memperoleh fasilitas yang diperlukan dan diinginkan (Abdulsyani, 2007:91).
Secara umum dalam setiap individu memiliki sesuatu yang dihargai yang terkait dengan status individu tersebut di masyarakat. Secara materi status tersebut diwujudkan dalam bentuk benda-benda yang bersifat ekonomi seperti uang, tanah, rumah maupun benda-benda lainnya yang menunjukkan indentitas sosial pemiliknya (Leibo 1995:57). Berdasarkan hasil penelitian arkeologi dan ditunjang oleh data sejarah, diketahui bahwa sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam komunitas keturunan Arab memiliki merupakan orang-orang yang terpandang. Status tersebut diperoleh mereka antara lain karena peran mereka dalam perekonomian di mana mereka berprofesi sebagai saudagar. Secara materi, wujud dari status mereka tersebut dapat dilihat dari gaya arsitektur rumah termasuk eksterior dan interiornya (Novita 2006).
Menurut Joko Sukiman (2000), gaya atau style dapat dijadikan identifikasi dari gaya hidup, gaya seni budaya, atau peradaban suatu masyarakat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab menunjukkan ciri yang berbeda dengan rumah-rumah di Situs Kotabatu, yaitu adanya tangga naik dan turun dari perahu sendiri. Jika dikaitkan dengan gaya arsitektur rumah Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab maka keberadaan tangga naik dan turun dari perahu yang terdapat di belakang rumah tersebut dapat dikatakan merupakan simbol status sosial keluarga Bapak Hasan bin Husin bin Syech Sahab. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa hunian di Situs Kotabatu memiliki satu tangga naik dan turun dari perahu yang digunakan bersama-sama, seperti umumnya pemukiman-pemukiman komunitas keturunan Arab di Palembang.