Permukiman Tepian Sungai di Situs Bingin Jungut, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas
Penelitian dilakukan selama 14 hari dengan ketua tim Sondang M. Siregar, SS, M.Si, penyelia Dr. Takiudin M.Hum, anggota tim Dra. Retno Purwanti, M.Hum, Rusman, SE, Firdaus, S.Ip, Untung, Yusuf dari tanggal 16 sampai dengan 29 April 2017. Penelitian dilakukan di situs Bingin Jungut, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas. Situs terbagi menjadi dua sektor yang berada di kiri dan kanan Sungai Musi. Permasalahan penelitian adalah bagaimana permukiman masa Hindu-Buddha di tepian Sungai Musi di situs Bingin Jungut. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang muncul adalah a) Apa saja peninggalan arkeologi di tepian Sungai Musi, khususnya pada sektor I dan II situs Bingin Jungut, b) Bagaimana kondisi lingkungan situs di tepian Sungai Musi pada sektor I dan II situs Bingin Jungut seperti vegetasi, jenis tanah, sungai, c) Bagaimana persebaran dan hubungan antara peninggalan arkeologi pada sektor I dan II dengan lingkungan situs Bingin Jungut. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui permukiman tepian Sungai Musi di situs Bingin Jungut. Tujuan khusus dari penelitian adalah a) Mengetahui jenis-jenis peninggalan arkeologi pada sektor I dan II situs Bingin Jungut, b) Mengetahui kondisi lingkungan di sektor I dan II situs Bingin Jungut seperti vegetasi, jenis tanah dan kondisi sungai, c) Mengetahui persebaran dan hubungan antara peninggalan arkeologi di sektor I dan II dengan lingkungan situs.
Metode penelitian dilakukan kajian metode kualitatif-ekspalanatif, dengan penalaran induktif-deduktif, yaitu metode yang bertujuan menjelaskan variabel-variabel data dan hubungan antar variabel data untuk menarik suatu kesimpulan. Kajian yang dipakai adalah kajian ruang semi mikro, yaitu kajian yang menghubungkan antara bangunan candi beserta komponen candi dan hubungan bangunan dengan lingkungan fisiknya, khususnya hubungan bangunan candi dengan dengan tanah dan sumber air pada sektor Candi Bingin Jungut 1 dan sektor Candi Bingin Jungut 2. Teknik yang dipakai adalah teknik survei dan ekskavasi. Pada mulanya akan dilakukan survei untuk melihat dan merekam tinggalan arkeologi secara horisontal pada permukaan tanah dan mengambil sample tembikar/keramik lama untuk dianalisis. Selanjutnya melakukan kegiatan ekskavasi dengan membuka kotak galian ukuran 2 x 2 meter dengan teknik spit, tujuan menggambar/merekam tinggalan arkeologi secara vertikal. Pengukuran akan dilakukan khususnya mengukur luas sebaran tinggalan arkeologi, selain itu mengidentifikasi jenis tinggalan arkeologi pada sektor Bingin Jungut 1 dan sektor Bingin Jungut 2. Analisis dilakukan terhadap tanah dengan mengidentifikasi tektur tanah dan warna tanah untuk setiap layer tanah pada kotak galian. Analisis juga dilakukan terhadap temuan tembikar dan keramik yang ditemukan pada kedua sektor.
Hasil Penelitian
1. Benteng Tanah
Benteng tanah berbentuk U, dengan posisi menutupi area candi yaitu di sisi utara, selatan dan barat candi. Benteng memiliki ketinggian 50 m/dpl. Panjang benteng pada sisi utara 169 cm, tinggi dinding utara benteng 270 cm dari permukaan tanah, tinggi dinding selatan benteng 750 cm dari permukaan tanah dan lebar dari benteng 285 cm. Di sisi kanan dan kiri benteng tanah terdapat rumpun bambu. benteng tanah merupakan tanah yang ditimbun dengan tujuan untuk menghindari banjir pada sisi utara candi, dan juga berfungsi sebagai benteng pertahanan terhadap musuh yang datang dari sisi utara yaitu dari Sungai Musi. Pada sisi selatan candi khususnya bagian tengah dari benteng tanah atau pangkal Sungai Tapi. Dahulu orang dapat masuk ke candi harus melalui benteng tanah. Penduduk mengenalnya daerah mata gawe atau tempat orang bekerja. Istilah ata gawe merupakan istilah yang dikenal pada masa Kesultanan Palembang, adanya kemungkinan keberadaan benteng tanah masih difungsikan pada masa Kesultanan Palembang.
2. Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama-sama pada suatu tempat, biasanya terdiri dari beberapa jenis berbeda. Kumpulan dari berbagai jenis tumbuhan yang masing-masing tergabung dalam populasi yang hidup dalam suatu habitat dan berinteraksi antara satu dengan yang lain yang dinamakan komunitas. Vegetasi merupakan bagian dari tetumbuhan yang menempati suatu ekosistem atau dalam area yang lebih sempit relung ekologis. Vegetasi di situs Bingin Jungut terdiri dari vegetasi semak dan vegetasi hutan produksi, vegetasi perkebunan. Dilihat secara keseluruhan tampak bahwa vegetasi di Desa Bingin Jungut umumnya vegetasi semak belukar dan vegetasi hutan produksi. Vegetasi butan produksi seperti berupa hutan karet (Hevea brasiliensis), hutan Kelapa sawit (Elaeis guineensis), Kelapa (Cocos nucifera), Kopi (Coffea arabica), Kayu manis (Cinnamommum burmanii), Pinang (Areca catechu), dan Kemiri (Aleurites molucceana). Disamping itu jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi hutan yaitu kayu Gaharu (Aquilaria malaccensis), Damar, Kemenyan, Surian (Toona sureni), Meranti (Shorea sp.), Bayur (Pterispermum javanicum), Petai (Leucaena glauca), Benakat, Tiara (terep), Laban, Seru, Medang, Bulian (Unglen), Kandis, Merbau, Mangris.
Disamping vegetasi hutan produksi juga terdapat lahan yang ditanami penduduk seperti tanaman palawija untuk kebutuhan sehari-hari antara lain seperti terong (Solanum melongena), kacang panjang (Vigna sinensis), kelor (Moringa oleifera), durian (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana) pare (Trichosanthes anguina), terong susu (Solanum mammosum), cabe rawit (Capsicum frutescens), jagung (Zea mays), pisang (Musa hibrida), selain itu beberapa vegetasi semak belukar yang terdiri dari Ageratum conyzoides, Ageratum conjugatum, Piper aduncum, Imperata cylindrica, Erythrina variegata, Lantana camara. Dari hasil penelitian diketahui lingkungan vegetasi di situs Bingin Jungut adalah vegetasi semak belukar dan vegetasi hutan ang memiliki tanah subur dan iklim yang cocok untuk berkembangnya berbagai jenis tumbuhan yang membuat daerah ini kaya dengan hasil bumi dan tanaman produksi, terutama tanaman palawija dan buah-buahan serta tanaman produksi berupa karet (Hevea brasiliensis), selain karet, tanaman perkebunan lainnya dapat dilihat berupa kelapa sawit (Elaeis guineensis), kelapa (Cocos nucifera), kopi (Coffea arabica), kayu manis (Cinnamommum burmanii), pinang (Areca catechu), dan kemiri (Aleurites molucceana). Jika dilihat dari jenis tumbuhan maupun jenis tanaman perkebunan yang banyak tersebar di wilayah ini serta jenis tumbuhan yang tersebar disekitar candi, maka hal ini mencerminkan keadaan lingkungan yang sesungguhnya. Dari jenis-jenis tumbuhan yang terlihat dominan tersebut maka dapat diketahui keadaan lingkungan saat ini yaitu satuan ekosistim dari wilayah ini merupakan hutan dipterocarpaceae campuran yang termasuk pada bioma hutan hujan yang beriklim selalu basah sampai kering dengan sub bioma hutan hujan tanah kering. Hutan luas yang ditumbuhi pepohonan, termasuk juga tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, dan bunga liar. Ditambah dengan beberapa jenis burung, serangga, dan binatang lainnya yang menghuni hutan tersebut yang tidak lepas dari pengaruh iklim dan air/sungai yang terdapat di suatu wilayah dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3.Danau Candi
Danau Candi berada pada sisi selatan candi berjarak 500 meter. Di tepian Danau banyak ditemukan pohon kemenyan. Luas danau berdiameter 50 meter, dan sekarang banyak ditumbuhi semak belukar.
4.Tanah
Lapisan tanah di situs Bingin Jungut umumnya terdiri dari 4 (tiga) lapis yaitu a) humus mengandung bata, akar-akar pohon, temuan, warna coklat tua (Hue 5R 3/2) : 0 – 5 cm, b) lempung berpasir mengandung bata, temuan, warna coklat tua (Hue 5 R 4/2) : 5 – 12 cm sedikit akar-akar pohon dan liat berkerikil, mengandung bata dan temuan, warna coklat muda (Hue TR 5/3) : 12 – 27 cm dan liat berkerikil tanpa mengandung bata candi, tak ada temuan, warna coklat kemerahan (Hue TR 6/5) 27 – 60 cm. Tanah di situs Bingin Jungut tergolong tanah Ultisol, merupakan tanah yang dikelompokkan ke dalam tanah aluvial, merupakan tanah liat merah yang tidak mengandung bahan gamping yang banyak di dalam tanah, memiliki mineral lapuk kurang dari 10% di lapisan atas tanah yang ekstrim, dan memiliki kejenuhan basa kurang dari 35% di seluruh tanah.
5. Sungai
Sungai Musi di situs Bingin Jungut mengalir dari arah selatan ke utara memiliki lebar 80 meter. Tinggi dinding tepian Sungai Musi 5-7 meter. Sungai Musi, merupakan daerah aliran sungai bagian tengah yang dapat dilayari dari hulu ke hilir maupun sebaliknya. Di kiri kanan tepian Sungai Musi terdapat endapan telah membentuk endapan batuan napal selebar 5 sampai dengan 20 meter. Ketika musim hujan, tepatnya pada saat air pasang, batuan napal tidakterlihat, namun batuan napal tersebut akan terlihat pada saat musim kemarau dan air Sungai Musi sangat dangkal sekitar 1,5 meter sehingga orang dapat menyebrang sungai dari tepian kiri dan kanan Sungai Musi. Ketika musim penghujan, air dapat mencapai diding tepian sampai dengan setinggi 5 meter, sehingga Desa Bingin Jungut seringkali mengalami banjir ketika musim penghujan, namun situs diperkirakan tidak tergenang air karena tinggi dinding tepian Sungai Musi di situs Bingin Jungut adalah 7 meter.
Sungai Musi mengalir dari hulu ke hilir maupun sebaliknya, namun pelayaran dari hilir ke hulu lebih sulit karena bertentangan dengan arus. Di bagian utara terdapat Sungai Tapi dan di bagian selatan situs terdapat Sungai Tebat Aek. Kemungkinan kedua sungai merupakan sungai buatan yang dibuat oleh masyarakat masa lampau yaitu jalan lintas air yang bertujuan menghindari arus deras yang berada di depan situs Bingin Jungut. Sungai Tebat Aek dapat dilayari oleh perahu sampai ke Sungai Tapi. Di tepi Sungai Tapi terdapat kanal matagawe, merupakan tempat pemberhentian orang untuk masuk ke situs Bingin Jungut. Menurut informasi penduduk, dahulu Sungai Musi tidak selebar sekarang yang memiliki lebar 80-100 meter, namun arus air sangat deras, sehingga perahu-perahu kecil sulit melalui sungai tersebut. Untuk menghindari arus yang deras, khususnya masyarakat yang berlayar dari hilir, maka mengambil jalan lintas melalui Sungai Tebat Aek ke Sungai Tapi, lebar kedua sungai tersebut sekarang 5-10 meter dan memiliki dalam 2-5 meter.
6. Wadah Tembikar
Berdasarkan analisis tembikar diketahui pada situs Bingin Jungut sektor I banyak ditemukan tembikar yang sudah fragmentaris (tidak utuh) dalam bentuk wadah seperti kendi dan periuk dari bagian tepian, badan dan dasar. Sedangkan pada sektor II ditemukan wadah mangkuk dan genting. Selain dalam bentuk wadah juga ditemukan tungku dan bagian dari atap yaitu genting. Pada sektor 2 ditemukan dada arca dan bagian kaki arca namun sudah patah. Sayangnya bagian-bagian arca lainnya tidak ditemukan sehingga arca tidak direkonstruksi lagi. Bahan arca terbuat dari bahan terracota dengan kandungan pasir lebih banyak sehingga arca terlihat lebih halus.
7. Wadah Keramik
Keramik di situs Bingin Jungut umumnya sudah berbentuk fragmentaris yang terbuat dari bahan batuan, dalam bentuk guci dan mangkuk, hanya 1 bahan dari porselin dalam bentuk tepian mangkuk. Total keramik yang ditemukan di situs Bingin Jungut adalah 66 fragmen.
8. Bata Candi
Di sektor 1 maupun II situs Bingin Jungut banyak ditemukan bata-bata cand, khususnya bagian dari atap candi seperti hiasan antefiks, dan temuan bata-bata pengunci yaitu bata-bata dibuat berkuk pada bagian pinggir/tepian. Pada sektor 2 juga banyak ditemukan bata-bata candi yang nampak berserak pada permukaan tanah. Adanya kemungkinan lokasi ini telah mengalami kerusakan akibat adanya pengerukan tanah pada tahun 1984, sehingga banyak komponan bangunan candi yang juga terangkat oleh alat pengeruk buldozer. Pada sektor 2 ditemukan kepala kala, makara, hiasan antefiks, maupun bata yang berprofil dengan hiasan sulur-suluran.
Permukiman merupakan tempat orang berdiam dan di dalam permukiman dapat ditemukan lokasi hunian, tempat aktivitas religi, aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tempatb aktivitas perdagangan. Berdasrkan persebaran peninggalan arkeologi pada situs Bingin Jungut ditemukan bangunan candi beserta komponennya, arca, keramik, tembikar dan sisa dermaga. Sisa bangunan candi ditemukan pada kiri-kanan Sungai Musi. Keberadaan candi disebabkan adanya aktivitas perdagangan yang telah berlangsung sekitar abad ke-8/9 Masehi. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan keramik-keramik lama dengan kronologi pada abad tersebut. Aktivitas perdagangan didorong adanya kebutuhan hasil hutan yang ditemukan di daerah Musi Rawas yang ditemukan di situs Bingin Jungut seperti damar, kemenyan, gaharu. Vegetasi hutan tersebut masih dijunpai di situs Bingin Jungut. Hal ini didukung dengan tanah yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya vegetasi tersebut yaitu tanah Ultisol merupakan tanah liat merah yang banyak mengandung asam namun cocok untuk ditumbuhi pohon-pohon yang berkayu keras seperti damar, kemenyan dan gaharu. Sisa-sisa dermaga yang berjarak 20 meter dari bangunan candi (sektor 1) menunjukkan bahwa dahulu lokasi Bingin Jungut merupakan lokasi transit kapal/perahu yang berlayar ke hulu maupun hilir Sungai Musi. Sungai Musi di situs Bingin Jungut adalah dalam sehingga penduduk menyebutnya lubuk jungut merupakan lokasi yang cocok untuk hunian. Hal ini disebabkan sungai dapat menjadi tempat mata pencaharian penduduk yaitu menangkap ikan dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
Tepian sungai merupakan daerah yang berdekatan dengan sumber air karena air merupakan sarana kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan ritual yaitu untuk upacara keagamaan seperti membersihkan, menyucikan, pembangunan, pemeliharaan dan kelangsungan hidup bangunan candi itu sendiri. Tepian Sungai Musi di situs Bingin Jungut merupakan lokasi permukiman strategis, sebaran peninggalan arkeologi tidak berjauhan dari bibir sungai yaitu candi yang dikelilingi oleh benteng tanah (pada sektor 1) dan lokasi hunian berjarak 50-70 meter dai candi yaitu area sekitar Sungai Tapi dengan radius luas 1 hektar, karena pada lokasi ini banyak ditemukan sebaran tembikar dan keramik. Sedangkan pada sektor 2 lokasi candi berada pada area lebih tinggi dari sekitarnya, lokasi hunian tidak jauh dari candi berjarak 50-100 meter pada sisi utara dan selatan candi, hal ini dibuktikan dengan banyaknya sebaran tembikar dan keramik kuna pada area tersebut.
Bentang lahan fluvial merupakan bentang lahan yang terbentuk karena aktivitas air yang membawa lumpur dan pasir dan terendap pada suatu lokasi dan situs Bingin Jungut berada pada bentang lahan fluvial yang mengandung lempung dan liat. Kandungan tanah ini cocok untuk pembuatan wadah tembikar maupun bata. Maka diperkirakan bahan untuk pembuatan wadah tembikar dan bata candi berasal dari lokasi setempat (lokal). Wadah tembikar dan bata candi ditus Bingin Jungut terlihat lebih masif dan padat dan umumnya ukuran besar (contoh 1 bata candi yang utuh berukuran panjang 33 cm, lebar 18,5 cm dan tebal 8,5 cm).
Situs Bingin Jungut merupakan permukiman tepian sungai yang berasal dari abad ke-8/9 Masehi. Situs Bingin Jungut berada di kiri-kanan Sungai Musi, yang didalamnya teradapat peninggalan arkeologi. Di kiri Sungai Musi (sektor 1) terdapat bangunan candi yang dikitari oleh benteng tanah yang berbentuk U. Sedangkan lokasi hunian berada di sisi selatan candi berjarak 600 meter dari candi, merupakan lokasi yang berdekatan dengan area Sungai Tapi. Di kanan Sungai Musi (sektor 2) terdapat bangunan candi yang berada di areal lebih dari sekitarnya, lokasi hunian tidak jauh dari bangunan candi berjarak 20 sampai dengan 50 meter pada sisi utara dan selatan candi.
Muncul dan berkembangya permukiman tepian sungai di situs Bingin Jungut disebabkan oleh adanya aktivitas perdagangan. Hal ini dibuktikan dengan temuan sisa-sisa dermaga di kiri Sungai Musi (sektor 1) berjarak 20 meter dari candi Dahulu diperkirakan situs Bingin Jungut adalah lokasi transit dari kapal/perahu dari hulu maupun hilir Sungai Musi yang melakukan aktivitas bongkat muat barang dan lama kelamaan berkembang menjadi lokasi permukiman. Aktivitas perdagangan didukung dengan adanya kebutuhan para pedagang yang mencari hasil hutan seperti damar, kemenyan dan gaharu. Vegetasi lama tersebut masih ditemukan pada hutan Bingin Jungut karena tanah situs cocok untuk berkembangnya vegetasi pohon berkayu keras. Tanah situs Bumiayu merupakan tanah Ultisol adalah tanah lempung-liat merah yang banyak mengandung asam.
Pada masa yang akan datang perlunya diadakan penyelamatan situs dari kerusakan akibat alam maupun manusia. Hal itu dapat diupayakan dengan penambahan juru pelihara situs Bingin Jungut pada sektor 1 dan sektor 2 yang bertugas untuk menjaga, membersihkan dan melindungi situs dari tindakan kriminal. Selain itu perlu segera melakukan pemagaran untuk melindungi candi dan komponennya dari aktivitas pembukaan lahan perkebunan. Perlunya pendataan dan perlindungan peninggalan arkeologi yang berada di permukaan tanah seperti bata-bata candi selanjutnya disimpan pada ruangan yang representatif.